Minggu, 18 Desember 2011

Psycho Familiarity Night: dari 2011 untuk Psikologi

16 Desember 2011 adalah tanggal yang bermakna bagi PSIKOLAS (sebutan bagi Psikologi angkatan 2011), karena di tanggal itu mereka punya acara perdana mereka, yaitu Malam Keakraban 2011. “Konsep tahun ini sebenernya enggak terlalu jelas. Yang penting disini itu kita coba mengakrabkan antara MABA dengan kakak-kakak angkatan seluruh keluarga Psikologi Unair. Sesuai temanya ‘share our thanks, Thoughts, Togethereness’. Bagaimana kita saling berbagi rasa terima kasih, pikiran yang sama, keinginan yang sama, dan kebersamaan” ungkap Muhammad Roni selaku Ketua Panitia MAKRAB 2011.
keramaian di Makrab 2011 (insight/devi)
Acara MAKRAB yang dipersiapkan sejak satu bulan lalu ini dikemas sangat apik dan rapi. Mulai dari registrasi kehadiran, hingga pengambilan kupon makanan pun dikemas secara rapi oleh mereka.  Ada yang unik, yaitu menu jagung bakar yang harus dibakar sendiri oleh mereka yang ingin memakannya.  Jadi, tamu merasa seperti di rumah sendiri, sesuai dengan nama acara ini “Psycho Familiarity Night”. Panitia juga menyediakan backdrop besar sebagai spot berfoto ria, lengkap dengan karpet merah sehingga pengunjung dapat mengabadikan momen kebersamaannya dengan teman-teman. Acara lain yang membuat kegiatan ini jadi lebih menarik adalah adanya Psycho Award, yaitu penghargaan yang diberikan pada kakak kelas dan teman-teman angkatan 2011 berdasarkan kategori-kategori tertentu.


Kemeriahan lain di Makrab 2011 (insight/devi)

Hal sederhana yang dapat menambah kemeriahan di MAKRAB tahun ini adalah parodi dari beberapa iklan yang sudah sering muncul di televisi. “Ada yang bilang di kotak aspirasi bahwa 2011 khasnya adalah iklan. Makanya kami di sini sedari awal ingin iklan ini di tampilkan. Iklan kan pengalaman dari Psycho Camp dan ide yang terlintas secara spontan, tapi mengena banget.” kata Roni. Selamat atas terselenggaranya acara Makrab. Semangat terus ya teman-teman 2011. (mel)

Sabtu, 05 November 2011

Sosok Inspiratif di Psikologi Unair

Pak Harjo
Pulang-pergi Surabaya-Lamongan setiap hari demi menjaga kebersihan fakultas kita tersayang.

Namanya Pak Harjo. Beliau adalah salah satu karyawan yang sudah bekerja selama 4 tahun di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Pekerjaan beliau yaitu,  membersihkan toilet gedung fakultas psikologi, mulai dari lantai 1-3. Selain itu, selama 3 tahun ini, bapak satu anak tersebut juga ditugasi untuk mengurus surat-surat di fakultas psikologi, baik surat undangan rapat, surat untuk dosen fotokopi berkas-berkas dan surat-surat lainnya. “ya pokoknya urusan surat-menyurat Mbak. “ ungkap beliau kepada insighter.

Setiap jam 5 pagi, pak Harjo sudah harus pergi naik kereta dari lamongan menuju Surabaya. Sekitar jam setengah 7 pagi, ia sudah sampai di fakultas psikologi dan langsung membersihkan toilet lantai 1-3. Selesai membersihkan toilet, biasanya Pak Harjo mengurusi surat-surat  (kalau ada), jika tidak ada surat yang harus di antar atau berkas yang harus difotokopi, Pak Harjo biasanya mengecek kembali toilet lantai 1,2 dan 3. “supaya gak ada Komplain,” ujar bapak berusia 42 tahun ini. Sore harinya, pak Harjo naik kereta pukul 16.20 untuk kembali ke rumahnya, di Lamongan. Setiap hari beliau menjalani aktivitas seperti itu. Rasa letih juga  dirasakan oleh Pak Harjo. “Ya capek, Mbak. Tapi ya harus semangat biar gak terasa capeknya,“ kata pak Harjo. “Kalo capek, sampe rumah, liat anak, capeknya sepertinya hilang, Mbak,“ tambahnya sambil tersenyum.    

Ketika ditanya, apakah Pak Harjo pernah mengalami pengalaman yang kurang menyenangkan selama bekerja? Pak Harjo bercerita kadang-kadang toilet di fakultas psikologi itu kotor, ada orang yang tidak menyiram kloset setelah dipakai, atau kadang-kadang ketika mengantar surat, orang yang dituju dalam surat tersebut tidak ada di tempat. Tetapi dengan bijaksana, Pak Harjo mengatakan, “Ya manusia pasti kan ada kesalahan, Mbak, yang penting itu kita memiliki kesadaran.” Pak Harjo sadar, sudah menjadi tugasnya untuk membersihkan toilet. Tapi, kita, sebagai penghuni Fakultas Psikologi, harusnya juga sadar bahwa kita juga harus menjaga kebersihan Fakultas kita tercinta, termasuk toilet. Kita harusnya malu sama diri sendiri kalau kita sengaja membuat fasilitas fakultas yang tadinya bersih dan terawat jadi kotor dan rusak. (uli)  

Sosok Inspiratif yang terlupakan di UNAIR (2)

Pak Teguh
Penjaga Loker Perpus Kampus B yang Selalu Ikhlas

Pernah ke perpustakaan kampus B Unair? Pasti tau dan pernah liat bapak yang satu ini, beliau setiap harinya duduk di kursi bagian penukaran  kunci loker perpustakaan. Beliau adalah Bapak Teguh Diono. Pria asal jombang ini sudah 35 tahun tinggal di Surabaya. Sebelum menjadi pegawai perpusakaan ia mencari nafkah dengan menjadi Tukang Becak. Pak Teguh sudah bekerja di perpustakaan Unair selama 27 tahun. Pak Teguh adalah orang yang ikhlas. Mau tau kenapa???
“Saya bekerja di perpustaakaan Unair sudah sejak 1 Agustus 1983 Mbak.”
Saat pertama bekerja di Universitas Airlangga, Pak Teguh bekerja di perpustakaan kampus A. Tepatnya di lingkungan fakultas kedokteran Unair. Selama bekerja di sana pak Teguh hanya sebagai pekerja honorer. Kemudian, sejak perpustakaan kampus B universitas Airlangga dibangun, pak Teguh pindah dari perpustakaan kampus A ke perpustakaan kampus B, tepatnya sejak tahun 1986, setelah pindah beliau diangkat menjadi pegawai. Pekerjaan beliau, mulai dari berkebun, bersih-bersih hingga menjaga loker seperti sekarang ini. “Kayak Grandong Mbak, kerjanya ya disuru-suru, tapi selalu mau.” Ujar Pak Teguh sambil tertawa.
“Saya bisanya cuma kerja begini Mbak, orang Saya gak sekolah”
Ketika ditanya mengapa pak Teguh memilih bekerja di Perpustakaan, bapak empat orang anak ini mengatakan bahwa beliau hanya bisa bekerja seperti apa yang beliau lakukan sampai sekarang karena beliau  tidak dapat memilih pekerjaan. “Saya sekolahnya cuma sampe kelas 6 SD, Mbak.  Ndak bisa ngetik, ndak bisa computer, jadi ya bisanya Cuma kerja begini. “ kata bapak yang sudah berusia 52 tahun tersebut. Pak Teguh tidak sedih dengan keadaannya, ia selalu tersenyum selama berbicara dengan insighter.
“Senang Mbak”
Pernyataan di atas adalah ungkapan perasaan pak Teguh selama bekerja di perpustakaan kampus B Unair. Tidak ada perasaan lain selain perasaan senang. Beliau mensyukuri apa saja yang telah beliau dapatkan selama ini. “Kalau ada orang yang bersikap tidak baik, ya di doakan, supaya menjadi baik” ujar bapak, yang ketika diwawancara beberapa kali menyebutkan Ayat-ayat AlQuran ini.
Pak Teguh adalah salah satu sosok inspiratif yang mungkin banyak orang tidak menyadarinya. Dengan kerja kerasnya ia bisa menyekolahkan keempat anaknya. Keinginan terbesarnya saat ini adalah Naik haji ke Tanah Suci. Semoga keinginan Bapak tercapai. Dan Bapak tetap menjadi orang yang menerima segala yang diberikan Tuhan dengan Ikhlas.

Sosok-sosok Inspiratif yang Terlupakan Di Kampus UNAIR (1)

Bapak Suprapto
Pak tua penjaga lalu lintas di depan gerbang kampus B Universitas Airlangga Surabaya

Pernah melihat sosok mirip seniman Betawi, Pak Tile di depan Gerbang Kampus B UNAIR? Yah, beliau bernama Pak Suprapto atau akrab dipanggil Mbah Wek (Kakek Tua). Mbah wek yang kerap menggunakan topi polisi warna putih, rompi oranye kebesaran bertuliskan “petugas disiplin” dan mengalungkan dua peluit ke lehernya seakan menggugah keinginan Insighter untuk berkenalan dengan beliau.

Setiap pagi, beliau sudah standby di penitipan anak depan gerbang kampus (sekarang sedang dibangun perluasan RSUD). Siang harinya, pindah ke tempat parkir di depan Magister Manajemen kampus B  Unair, kemudian sorenya menjaga lalu lintas di depan gerbang kampus B Unair. Beliau bekerja hingga pukul 6 sore.

“Bapak kerja di sini itu bukan dua atau tiga tahun Mbak, tapi sudah tiga belas  tahun,” ujar bapak berusia 60 tahun ini yang selalu tampak berseri. Pak tua yang setiap harinya menggunakan topi polisi berwarna putih, rompi kebesaran yang bertuliskan ‘petugas disiplin’ berwarna orange dan mengalungkan dua pluit di dadanya ini tidak berhenti tersenyum saat Insighter mengajaknya berbincang-bincang. 

Pak tua yang satu ini juga dikenal ramah pada setiap orang. Tak pelak, ia selalu menyapa orang-orang yang ada di sekitarnya, baik pejalan kaki yang melintas di depan gerbang, mahasiswa, bahkan tukang becak dan penjual makanan yang mangkal dekat gerbang. Apalagi, beliau selalu mendoakan orang yang memberinya uang atau makanan.

Semangatnya yang tiada henti patut kita tiru. Meski harus berdiri berpanas-panasan atau bahkan kehujanan ketika bekerja namun beliau tetap menyunggingkan senyum. Beliau berharap untuk dapat selalu sehat dan kuat selama bekerja agar dapat terus menyekolahkan kedua anaknya serta membahagiakan keluarganya. (uli)

Riset Bu Retha : Oleh-oleh Beliau dari Belanda

Inilah, dosen yang berhasil kita wawancarai untuk majalah Insight pada edisi kali ini. Ada yang tahu siapa? Yups, inilah Ibu Margaretha, S.Psi., G.Dip.Psych.,M.Sc atau yang biasa kita panggil Bu Retha. Beliau baru tiga bulan ini kembali dari studinya untuk mendapatkan gelar M.Sc di Belanda. Beliau bercerita tentang penelitian yang dilakukannya tentang Life Satisfication and Personal Distress (Kepuasan Hidup dan Stress Personal Remaja) di Belanda.
Pada kesempatan kali ini kita beruntung karena dosen yang murah senyum ini mau berbagi cerita seputar tesis yang beliau tulis. Dalam menulis tesis tersebut beliau mengambil data penelitiannya dari sebuah database besar yang juga diigunakan oleh banyak peneliti lainnya. Database ini di update setiap tahun dan dipakai oleh berbagai disiplin ilmu, tidak hanya psikologi saja. Database ini dalam lindungan WHO dan HBSC (Health Behavior of School Children).
Penelitian yang dilakukan oleh beliau adalah tentang model. Dosen yang berulang tahun setiap tanggal 7 Oktober ini menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukannya adalah penelitian yang bukan hanya factor yang mempengaruhi tingkat kepuasan hidup dan personal distress remaja tetapi juga tentang apa yang mempengaruhi beberapa factor tersebut.  Dalam melakukan penelitian tersebut beliau menggunakan analisa regresi, moderasi dan juga mediasi.
Pada awalnya beliau meneliti tentang ethnic diversity yang kemudian lebih difokuskan pada ethnic minority adult. Di Belanda, etnik yang masuk dalam tiga besar berasal dari Maroko, Turki dan Suriname sedangkan Indonesia juga ada dalam 5 besar kelompok minoritas yang ada di Belanda tersebut.  Namun beliau hanya mengambil data dari kaum minoritas Maroko, Turki dan Suriname. Hasilnya adalah life satisfaction mereka lebih rendah daripada penduduk mayoritas yang ada di Belanda, begitu juga dengan personal distressnya lebih tinggi daripada penduduk mayoritas Belanda. Meskipun demikian etnik minoritas ini kepuasan hidupnya akan bertambah tinggi dan personal distressnya akan lebih rendah apabila ada di lingkungan yang sama- sama minoritas. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya adalah latar belakang pendidikan, ekonomi dan juga pendidikan orang tuanya.
Itulah sekilas tentang penelitian yang beliau lakukan hampir dalam waktu setahun itu. Beliau juga menjelaskan bahwa penelitiannya berada dalam pendekatan Developmental Psychopatology yang meneliti faktor- faktor apa saja yang berpengaruh pada perkembangan psikopatologi. Perlu kita tahu bahwa Bu Reta ini juga sangat tertarik dengan psikologi forensik.  Meskipun pada waktu kuliah di University of Newcastle, Australia dulu beliau mengambil focus pada neuropsikologis. Beliau juga berpesan apabila ada mahasiswa yang tertarik tentang psikologi forensik bisa berdiskusi dengan beliau lho! (fid)

Senin, 30 Mei 2011

Review Buku : Nasional.is.me




Judul buku      : Nasionalisme
Penulis             : Pandji Pragiwaksono
Tebal buku      : 233 hal
Tahun Terbit    : April 2010
Penerbit           : Gramedia, Jakarta. 3 cover



Pertama kali waktu disodorkan buku ini, jelas merasa ini bacaan berat. Judulnya aja udah buat males. Nasionalisme. Tapi, saat baca halaman pertama, saat itu juga keinginan untuk terus membaca tidak dapat berhenti. Bahasa yang mudah dimengerti dan anak muda banget membuat kesan ”angker” yang tercipta dalam buku ini hilang seketika. Mungkin karena sebagian besar buku ini diangkat dari blog si penulis buku, Pandji Pragiwakso. Buku ini menjadi seperti novel buat saya. Addict sekali. Meskipun bahan yang diperbincangkan di dalamnya berat, namun penulis mengulasnya dengan bahasa yang ringan. Semua pembacanya mengerti tanpa harus mengernyitkan dahi dahulu.
Buku ini membuat kita sadar bahwa saat ini rasa nasionalisme sebagai generasi penerus bangsa telah memudar bahkan cenderung hilang. Kita lebih banyak mencintai negara lain yang memiliki banyak kelebihan dibanding dengan negara kita sendiri. Terlihat secara luar bagus belum tentu dalamnya bagus pula. Kita harus benar-benar tahu tentang apa yang kita inginkan bukan hanya keinginan sesaat saja yang kita kejar. Dan setelah membaca selesai buku ini, saya juga berpikir sama dengan penulis pikir. Saya menjadi lebih bangga dengan apa yang Indonesia punya. Membangkitkan rasa nasionalisme di dalam seluruh masyarakat memang susah. Tapi jika kita memulainya dari diri sendiri, dan dari hal yang kecil serta saat ini juga itu akan menjadikan sebuah perubahan dalam hidup kita. Dapat berguna untuk orang lain menjadi sesuatu yang sangat dapat dibanggakan. (Dee)

Social Media and Entrepreneur


Bila mendengar kata entrepreneur, seringkali yang terbayang di benak kita adalah sosok pengusaha sukses yang memiliki perusahaan terkenal, padahal kata entrepreneur sesungguhnya berarti lebih dari seorang pengusaha. Seorang entrepreneur adalah orang yang berani mengambil resiko untuk memulai suatu hal yang baru. Tentunya hal yang dikatakan baru tidak selalu terkait dengan masalah jual-beli barang, seorang pengagas ide terjadinya pergerakan nasional juga dapat digolongkan sebagai seorang entrepreneur atas usahanya menyebarkan pemikiran baru terhadap individu-individu lain  yang sebangsa dengan dirinya.
Kini untuk menebarkan semangat perjuangan tidak harus dilakukan dengan cara mengumpulkan banyak orang di lapangan, perkembangan teknologi informasi memudahkan jalan kita untuk menjadi penggerak suatu kerumunan massa. Ingat pada aksi besar-besaran yang dilakukan oleh segenap masyarakat di Negara-negara Timur Tengah? Ya, penggeraknya menggunakan jejaring sosial untuk mengumpulkan pendukung. Lebih hebatnya lagi, mereka berhasil membuat seisi dunia mengetahui bahwa mereka akan melakukan hal tersebut, karena dalam era informasi digital ini segala berita seakan menjelma menjadi bola salju yang bergulir lebih cepat daripada sebelumnya.
Kini yang harus dipikirkan adalah bagaimana kita menggagas suatu ide yang unik dan baru bagi kemajuan Indonesia. Apabila kita berhasil mengajak banyak orang untuk berbuat, tentunya perubahan akan dapat dirasakan dan dilihat dengan jelas, namun yang lebih penting lagi adalah bagaimana gagasan yang kita tawarkan. (vsi)

Be a Social Entrepreneur, be a change makers


 Angka  penganggguran di Indonesia menembus angka 8,32 juta orang. Jumlah pengangguran itu setara dengan 7,14 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 238 juta. Persentase jumlah penduduk miskin sebanyak 13,33 persen atau sekitar 31 juta jiwa. Jumlah anak jalanan adalah 230.000 anak, 1,2 juta anak balita telantar, 3,2 juta anak telantar dan 5.952 anak berhadapan dengan hukum (ABH) [Badan Pusat Statistik 2009].
Melihat kondisi yang demikian, tentunya diperlukan sebuah upaya konkret untuk menyelesaikannya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang merata adalah melalui entrepreneur social. Diperlukan sebuah upaya untuk memasyarakatkan dan mendukung kegiatan tersebut
Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan, menyatakan saat ini jumlah wirausaha di Tanah Air baru sebanyak 0,24 persen dari total populasi penduduk. Maka dari itu, upaya untuk menumbuhkan serta mendukung adanya entrepreneur social sangat dibutuhkan.
Social Entrepreneur adalah seseorang yang mengerti permasalahan sosial. Tak hanya mengerti, ia juga menggunakan kemampuan entreprenership-nya untuk melakukan perubahan sosial. Perubahan ini dilakukan dalam berbagai bidang, mulai dari kesejahteraan masyarakat, kesehatan, hingga pendidikan.
Keberhasilan dari social entrepreneur, tidak dilihat dari banyaknya keuntungan yang didapatkan dari usaha yang dilakukan. Hal yang lebih ditekankan adalah besarnya manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat dari kegiatan tersebut.
Berikut adalah peran social entrepreneurs dalam meningkatkan perekonomian negara :
- Membuka lapangan pekerjaan                                              
- Menciptakan inovasi dan kreasi terhadap produksi barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat
- Meningkatkan kesetaraan perekonomian
Berdasar fakta-fakta di atas, tidakkah kita, para pemuda, tergerak untuk menjadi social entrepreneur ? Untuk mengubah keadaan yang sudah membuat banyak rakyat mengeluh. Ayo lakukan dari apa yang kita bi'sa. (uli).

Be a change makers.
Jangan tanya apa yang bangsa berikan untukmu, tapi tanyakan apa yang dapat kamu berikan untuk bangsa Ini.
-Ir. Soekarno-

HARKITNAS : dari pandangan Mahasiswa

Salah satu momen yang paling penting dalam membangkitkan semangat juang bangsa adalah pada tanggal 20 Mei. Momen ini sering diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional (HARKITNAS). Semua elemen masyrakat hendaknya memaknai HARKITNAS dengan penuh penghayatan, utamanya bagi para pemuda. Sudah selayaknya pemuda sebagai penerus bangsa memiliki semangat kebangkitan dalam mengisi pembangunan. Lalu bagaimana akademisi muda kita menyikapinya???

Sore itu Rabu (11/5) di Gedung Lama Fakultas Psikologi UNAIR, tim Insight mewawancarai Karimah Zahrotul Jannah. Seorang mahasiswi angkatan 2008 yang juga merupakan DPO SKI Psikologi 2011 dan sekaligus merangkap sebagai Sekertaris Janur UKMKI UNAIR 2011.  Berikut hasil wawancara dengan Karimah yang dapat dilihat terkait dengan topik yang diangkat pada bulan ini yaitu Hari Kebangkitan Nasional.

“Ingat tidak kalau di bulan Mei ada Hari Kebangkitan Nasional?”
“Tau sih, tapi bukan hal yang benar-benar diingat. Seperti, oh ya hari ini hari HARKITNAS, bukan seperti itu. Tapi ya pokoknya tahu kalau ada disekitar bulan-bulan Mei. Ya, tahu dan mengertilah kalau dibulan Mei itu ada HARKITNAS”.  
“Menurut mbak, harkitnas itu apa sih? Seperti apa sih?”
“Kalau misal yang aku tahu. Kalau aku masih ingat pelajaran sejarah dulu, kalau HARKITNAS itu memperingati waktu bagaimana Indonesia mulai bangkit pada sekitar awal tahun 1900an dengan berdirinya  Budi utomo. Jadi Budi utomo itu yang menginisiasi bangkitnya Indonesia untuk meraih kemerdekaan” 
“Kalau mbak lihat saat ini, dari fenomena yang ada saat ini, bagaimna anak-anak muda sekarang melihat atau menyikapi HARKITNAS saat ini?”
”Kalau menurutku sih, memang kalau secara formal HARKITNAS mungkin memang lebih ke arah seremonial kalau yang diadakan dalam kondisi instansi.  Kalau pemudanya sendiri  kayaknya kurang interest untuk in memorial HARKITNAS. Kayaknya mereka juga tidak terlalu interest” 
“Kalau begitu, apakah itu berarti kurangnya kepedulian anak muda terhadap Hari Kebangkitan Nasional?”
“Tapi kalau menurutku esensinya tentang HARKITNAS tidak sekedar mereka tahu atau mereka ngerti kalau hari ini HARKITNAS. Tapi esensinya yang ingin dibangun itu seperti apa ketika tiap kita mengenang Hari Kebangkitan Nasional. Bukan hanya seremonialnya saja. Jadi bukan hanya sekedar ingat atau sekedar tahu HARKITNAS itu sendiri. Jadi jangan salahkan kalau para pemudanya kurang aware terhadap Hari Kebangkitan Nasional” 
“Jadi kalau menurut mbak HARKITNAS yang ada sekarang lebih cenderung pada peringatan saja, bukan pada makna HARKITNAS itu sendiri?”
“Kayaknya sih begitu. Semangat yang dibawa memang nggak jelas” 
“Ada gak sih anak-anak yang memang benar-benar sangat menghargai HARKITNAS dengan cara mereka sendiri, dengan  membangun diri mereka sendiri, atau dengan cara yang lain?”
“Kalau aku memahami tentang esensi Kebangkitan Nasional dihubungkan dengan kondisi para pemuda yang terpenting adalah semangat perubahan. Kalau zaman penjajahan dulu semangat pemuda adalah untuk kemerdekaan, untuk membebaskan negara kita dari penjajah. Kalau sekarang kita sudah merdeka ya hal terpenting adalah bagaimana mahasiswa itu bisa membangun dirinya untuk menjadi pemuda yang berkualitas, yang berguna, dan berkontribusi bagi masyarakat sekitar” 
“Cara apa yang tepat buat kita untuk membangun  Kebangkitan Nasional dari anak-anak muda?”
“Yang terpenting mungkin mulai dari sosialisasi untuk membangun paradigma berpikir. Kalau sekarang sosialisainya hanya sekedar seremonial selamat Hari Kebangkitan Nasional atau pidato kenegaraan tetapi sebenarnya mungkin dari kita sendiri bagaimana kita melihat HARKITNAS. Diperhatikan menjadi momen sejauh apa perubahan yang kita capai. Efektifnya yang mungkin pertama adalah sosialisasi dengan mindset untuk beubah. Bagaimana menjadi pemuda yang berdaya dan bagaimana untuk menjadi pemuda atau individu yang lebih baik”.
“Bisa tidak nggak kasih contoh real apa yang paling penting bagi mahasiswa untuk memaknai HARKITNAS?”
“Karena kita mahasiswa, yang pertama kehidupan permasalahan mahasiswa bukan hanya kampus dan kosan, kampus dan rumah tapi kita punya kampus, kita punya rumah, kita punya masyarakat. Jadi seharusnya real yang dilakukan sebagai mahasiswa adalah memakai fasilitas media belajar. Sayang kalau media belajar itu tidak kita manfaatkan. Dan sangat disayangkan jika kita keluar sebagai mahasiswa ternyata skill kita masih sangat kurang, masih sangat minim. Sebenarnya IP tidak banyak bicara. Yang seharusnya banyak berbicara adalah karya-karya apa yang telah banyak kita hasilkan.” 
“Kalau dari mbak sendiri, apa sih kontribusi yang sudah mbak lakukan sebagai pencerminan dari Hari Kebangkitan Nasional?”
“Kalau mbak sih sederhana apa yang bisa mbak lakukan dengan potensi yang kumiliki, ya dilakukan. Yang paling sederhana itu misalnya di kampus kita mempunyai media organisasi seperti SKI atau UKMKI dan organisasi yang lain atau diluar masyarakat seperti pelayanan masyarakat berupa les gratis dan pemberdayaan remaja. Yah… Hal-hal terkait yang sesuai dengan minat dan bakat kita, kita usahan dan kita optimalkan untuk diberikan kepada masyarakat” 

Naah… dari sekelumit wawancara ini, kita berharap semua kalangan dapat membangun HARKITNAS sebagai momen perubahan. Setidaknya perubahan dmulai dari diri sendiri. Terutama bagi para pemuda, generasi penerus bangsa, yang diberi amanat untuk meneruskan pembangunan dalam  mengantarkan negara kita tercinta pada sebuah kemakmuran.