Sabtu, 05 November 2011

Sosok Inspiratif di Psikologi Unair

Pak Harjo
Pulang-pergi Surabaya-Lamongan setiap hari demi menjaga kebersihan fakultas kita tersayang.

Namanya Pak Harjo. Beliau adalah salah satu karyawan yang sudah bekerja selama 4 tahun di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Pekerjaan beliau yaitu,  membersihkan toilet gedung fakultas psikologi, mulai dari lantai 1-3. Selain itu, selama 3 tahun ini, bapak satu anak tersebut juga ditugasi untuk mengurus surat-surat di fakultas psikologi, baik surat undangan rapat, surat untuk dosen fotokopi berkas-berkas dan surat-surat lainnya. “ya pokoknya urusan surat-menyurat Mbak. “ ungkap beliau kepada insighter.

Setiap jam 5 pagi, pak Harjo sudah harus pergi naik kereta dari lamongan menuju Surabaya. Sekitar jam setengah 7 pagi, ia sudah sampai di fakultas psikologi dan langsung membersihkan toilet lantai 1-3. Selesai membersihkan toilet, biasanya Pak Harjo mengurusi surat-surat  (kalau ada), jika tidak ada surat yang harus di antar atau berkas yang harus difotokopi, Pak Harjo biasanya mengecek kembali toilet lantai 1,2 dan 3. “supaya gak ada Komplain,” ujar bapak berusia 42 tahun ini. Sore harinya, pak Harjo naik kereta pukul 16.20 untuk kembali ke rumahnya, di Lamongan. Setiap hari beliau menjalani aktivitas seperti itu. Rasa letih juga  dirasakan oleh Pak Harjo. “Ya capek, Mbak. Tapi ya harus semangat biar gak terasa capeknya,“ kata pak Harjo. “Kalo capek, sampe rumah, liat anak, capeknya sepertinya hilang, Mbak,“ tambahnya sambil tersenyum.    

Ketika ditanya, apakah Pak Harjo pernah mengalami pengalaman yang kurang menyenangkan selama bekerja? Pak Harjo bercerita kadang-kadang toilet di fakultas psikologi itu kotor, ada orang yang tidak menyiram kloset setelah dipakai, atau kadang-kadang ketika mengantar surat, orang yang dituju dalam surat tersebut tidak ada di tempat. Tetapi dengan bijaksana, Pak Harjo mengatakan, “Ya manusia pasti kan ada kesalahan, Mbak, yang penting itu kita memiliki kesadaran.” Pak Harjo sadar, sudah menjadi tugasnya untuk membersihkan toilet. Tapi, kita, sebagai penghuni Fakultas Psikologi, harusnya juga sadar bahwa kita juga harus menjaga kebersihan Fakultas kita tercinta, termasuk toilet. Kita harusnya malu sama diri sendiri kalau kita sengaja membuat fasilitas fakultas yang tadinya bersih dan terawat jadi kotor dan rusak. (uli)  

Sosok Inspiratif yang terlupakan di UNAIR (2)

Pak Teguh
Penjaga Loker Perpus Kampus B yang Selalu Ikhlas

Pernah ke perpustakaan kampus B Unair? Pasti tau dan pernah liat bapak yang satu ini, beliau setiap harinya duduk di kursi bagian penukaran  kunci loker perpustakaan. Beliau adalah Bapak Teguh Diono. Pria asal jombang ini sudah 35 tahun tinggal di Surabaya. Sebelum menjadi pegawai perpusakaan ia mencari nafkah dengan menjadi Tukang Becak. Pak Teguh sudah bekerja di perpustakaan Unair selama 27 tahun. Pak Teguh adalah orang yang ikhlas. Mau tau kenapa???
“Saya bekerja di perpustaakaan Unair sudah sejak 1 Agustus 1983 Mbak.”
Saat pertama bekerja di Universitas Airlangga, Pak Teguh bekerja di perpustakaan kampus A. Tepatnya di lingkungan fakultas kedokteran Unair. Selama bekerja di sana pak Teguh hanya sebagai pekerja honorer. Kemudian, sejak perpustakaan kampus B universitas Airlangga dibangun, pak Teguh pindah dari perpustakaan kampus A ke perpustakaan kampus B, tepatnya sejak tahun 1986, setelah pindah beliau diangkat menjadi pegawai. Pekerjaan beliau, mulai dari berkebun, bersih-bersih hingga menjaga loker seperti sekarang ini. “Kayak Grandong Mbak, kerjanya ya disuru-suru, tapi selalu mau.” Ujar Pak Teguh sambil tertawa.
“Saya bisanya cuma kerja begini Mbak, orang Saya gak sekolah”
Ketika ditanya mengapa pak Teguh memilih bekerja di Perpustakaan, bapak empat orang anak ini mengatakan bahwa beliau hanya bisa bekerja seperti apa yang beliau lakukan sampai sekarang karena beliau  tidak dapat memilih pekerjaan. “Saya sekolahnya cuma sampe kelas 6 SD, Mbak.  Ndak bisa ngetik, ndak bisa computer, jadi ya bisanya Cuma kerja begini. “ kata bapak yang sudah berusia 52 tahun tersebut. Pak Teguh tidak sedih dengan keadaannya, ia selalu tersenyum selama berbicara dengan insighter.
“Senang Mbak”
Pernyataan di atas adalah ungkapan perasaan pak Teguh selama bekerja di perpustakaan kampus B Unair. Tidak ada perasaan lain selain perasaan senang. Beliau mensyukuri apa saja yang telah beliau dapatkan selama ini. “Kalau ada orang yang bersikap tidak baik, ya di doakan, supaya menjadi baik” ujar bapak, yang ketika diwawancara beberapa kali menyebutkan Ayat-ayat AlQuran ini.
Pak Teguh adalah salah satu sosok inspiratif yang mungkin banyak orang tidak menyadarinya. Dengan kerja kerasnya ia bisa menyekolahkan keempat anaknya. Keinginan terbesarnya saat ini adalah Naik haji ke Tanah Suci. Semoga keinginan Bapak tercapai. Dan Bapak tetap menjadi orang yang menerima segala yang diberikan Tuhan dengan Ikhlas.

Sosok-sosok Inspiratif yang Terlupakan Di Kampus UNAIR (1)

Bapak Suprapto
Pak tua penjaga lalu lintas di depan gerbang kampus B Universitas Airlangga Surabaya

Pernah melihat sosok mirip seniman Betawi, Pak Tile di depan Gerbang Kampus B UNAIR? Yah, beliau bernama Pak Suprapto atau akrab dipanggil Mbah Wek (Kakek Tua). Mbah wek yang kerap menggunakan topi polisi warna putih, rompi oranye kebesaran bertuliskan “petugas disiplin” dan mengalungkan dua peluit ke lehernya seakan menggugah keinginan Insighter untuk berkenalan dengan beliau.

Setiap pagi, beliau sudah standby di penitipan anak depan gerbang kampus (sekarang sedang dibangun perluasan RSUD). Siang harinya, pindah ke tempat parkir di depan Magister Manajemen kampus B  Unair, kemudian sorenya menjaga lalu lintas di depan gerbang kampus B Unair. Beliau bekerja hingga pukul 6 sore.

“Bapak kerja di sini itu bukan dua atau tiga tahun Mbak, tapi sudah tiga belas  tahun,” ujar bapak berusia 60 tahun ini yang selalu tampak berseri. Pak tua yang setiap harinya menggunakan topi polisi berwarna putih, rompi kebesaran yang bertuliskan ‘petugas disiplin’ berwarna orange dan mengalungkan dua pluit di dadanya ini tidak berhenti tersenyum saat Insighter mengajaknya berbincang-bincang. 

Pak tua yang satu ini juga dikenal ramah pada setiap orang. Tak pelak, ia selalu menyapa orang-orang yang ada di sekitarnya, baik pejalan kaki yang melintas di depan gerbang, mahasiswa, bahkan tukang becak dan penjual makanan yang mangkal dekat gerbang. Apalagi, beliau selalu mendoakan orang yang memberinya uang atau makanan.

Semangatnya yang tiada henti patut kita tiru. Meski harus berdiri berpanas-panasan atau bahkan kehujanan ketika bekerja namun beliau tetap menyunggingkan senyum. Beliau berharap untuk dapat selalu sehat dan kuat selama bekerja agar dapat terus menyekolahkan kedua anaknya serta membahagiakan keluarganya. (uli)

Riset Bu Retha : Oleh-oleh Beliau dari Belanda

Inilah, dosen yang berhasil kita wawancarai untuk majalah Insight pada edisi kali ini. Ada yang tahu siapa? Yups, inilah Ibu Margaretha, S.Psi., G.Dip.Psych.,M.Sc atau yang biasa kita panggil Bu Retha. Beliau baru tiga bulan ini kembali dari studinya untuk mendapatkan gelar M.Sc di Belanda. Beliau bercerita tentang penelitian yang dilakukannya tentang Life Satisfication and Personal Distress (Kepuasan Hidup dan Stress Personal Remaja) di Belanda.
Pada kesempatan kali ini kita beruntung karena dosen yang murah senyum ini mau berbagi cerita seputar tesis yang beliau tulis. Dalam menulis tesis tersebut beliau mengambil data penelitiannya dari sebuah database besar yang juga diigunakan oleh banyak peneliti lainnya. Database ini di update setiap tahun dan dipakai oleh berbagai disiplin ilmu, tidak hanya psikologi saja. Database ini dalam lindungan WHO dan HBSC (Health Behavior of School Children).
Penelitian yang dilakukan oleh beliau adalah tentang model. Dosen yang berulang tahun setiap tanggal 7 Oktober ini menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukannya adalah penelitian yang bukan hanya factor yang mempengaruhi tingkat kepuasan hidup dan personal distress remaja tetapi juga tentang apa yang mempengaruhi beberapa factor tersebut.  Dalam melakukan penelitian tersebut beliau menggunakan analisa regresi, moderasi dan juga mediasi.
Pada awalnya beliau meneliti tentang ethnic diversity yang kemudian lebih difokuskan pada ethnic minority adult. Di Belanda, etnik yang masuk dalam tiga besar berasal dari Maroko, Turki dan Suriname sedangkan Indonesia juga ada dalam 5 besar kelompok minoritas yang ada di Belanda tersebut.  Namun beliau hanya mengambil data dari kaum minoritas Maroko, Turki dan Suriname. Hasilnya adalah life satisfaction mereka lebih rendah daripada penduduk mayoritas yang ada di Belanda, begitu juga dengan personal distressnya lebih tinggi daripada penduduk mayoritas Belanda. Meskipun demikian etnik minoritas ini kepuasan hidupnya akan bertambah tinggi dan personal distressnya akan lebih rendah apabila ada di lingkungan yang sama- sama minoritas. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya adalah latar belakang pendidikan, ekonomi dan juga pendidikan orang tuanya.
Itulah sekilas tentang penelitian yang beliau lakukan hampir dalam waktu setahun itu. Beliau juga menjelaskan bahwa penelitiannya berada dalam pendekatan Developmental Psychopatology yang meneliti faktor- faktor apa saja yang berpengaruh pada perkembangan psikopatologi. Perlu kita tahu bahwa Bu Reta ini juga sangat tertarik dengan psikologi forensik.  Meskipun pada waktu kuliah di University of Newcastle, Australia dulu beliau mengambil focus pada neuropsikologis. Beliau juga berpesan apabila ada mahasiswa yang tertarik tentang psikologi forensik bisa berdiskusi dengan beliau lho! (fid)